Jenewa (ANTARA) – Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Myanmar pada Selasa (22 Februari) mengatakan Rusia dan China memberi junta jet tempur yang digunakan terhadap warga sipil, dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan aliran senjata yang memungkinkan kekejaman.
Thomas Andrews, mantan anggota kongres AS yang bertugas di pos independen, merilis sebuah laporan yang juga menyebut Serbia sebagai salah satu dari tiga negara yang memasok senjata ke militer Myanmar sejak merebut kekuasaan tahun lalu, dengan “pengetahuan penuh bahwa mereka akan digunakan untuk menyerang warga sipil”.
“Seharusnya tidak terbantahkan bahwa senjata yang digunakan untuk membunuh warga sipil tidak boleh lagi ditransfer ke Myanmar,” kata Andrews dalam sebuah pernyataan.
Kekacauan telah mencengkeram Myanmar sejak kudeta mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif dan memicu protes nasional yang ditekan pasukan dengan kekuatan mematikan.
Setidaknya 1.500 warga sipil telah tewas, menurut aktivis yang dikutip oleh PBB, yang juga mengatakan lebih dari 300.000 orang telah mengungsi akibat konflik pedesaan antara militer dan lawan bersenjata.
Junta mengatakan pihaknya memerangi “teroris” dan keberatan dengan apa yang disebutnya campur tangan PBB.
Militer Myanmar dan kementerian luar negeri Rusia, dan Serbia tidak dapat segera dihubungi untuk mengomentari laporan tersebut.
Ditanya tentang laporan itu pada briefing reguler, juru bicara kementerian luar negeri China, Wang Wenbin, mengatakan China “selalu menganjurkan bahwa semua pihak dan faksi harus melanjutkan kepentingan jangka panjang negara” dan “menyelesaikan kontradiksi melalui dialog politik”.
Kelompok hak asasi manusia dan PBB menuduh junta menggunakan kekuatan yang tidak proporsional untuk memerangi milisi dan pemberontak etnis minoritas, termasuk artileri dan serangan udara di wilayah sipil.
Laporan itu mengatakan Rusia telah memasok drone, dua jenis jet tempur, dan dua jenis kendaraan lapis baja, satu dengan sistem pertahanan udara. China mentransfer jet tempur sementara Serbia telah menyediakan roket dan peluru artileri, katanya.
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi tahun lalu yang menyerukan anggota untuk menghentikan transfer senjata ke militer Myanmar, yang menurut Andrews harus mengikat dewan keamanan.
Serbia memberikan suara mendukung resolusi tersebut, tetapi Rusia dan China abstain.
Sementara China telah mendesak diakhirinya permusuhan di Myanmar, Rusia telah menjadi sekutu diplomatik terdekat para jenderal di tengah upaya Barat untuk mengisolasi mereka.
Andrews juga menyerukan untuk memotong akses militer Myanmar ke pendapatan minyak dan gas dan cadangan devisa, ditambah larangan internasional atas pembelian kayu, batu permata, dan tanah jarang Myanmar.
Penguasa Myanmar rentan dan dapat dihentikan dengan tekad internasional, katanya dalam laporan itu.
“Jika pendapatan yang diperlukan untuk mempertahankan militer semacam itu berkurang, kapasitas junta untuk menyerang dan meneror rakyat Myanmar akan berkurang,” katanya.