MALANG, E. JAVA, Indonesia, 19 Apr 2024 – (ACN Newswire) – Seorang peneliti dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Anang Lastriyanto, telah mengembangkan teknologi pengolahan madu yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada produk.
Menurut Lastriyanto, penelitiannya membutuhkan waktu 3,5 tahun untuk menghasilkan madu bubuk melalui proses yang terintegrasi. “Tidak banyak orang yang bisa menciptakan teknologi ini tentang cara mengolah madu menjadi bubuk,” katanya.
Tahap pertama penelitian, yang didanai oleh Badan Endowment Fund for Education Indonesia, melibatkan pengembangan langkah-langkah awal untuk proses pengolahan madu dan menghasilkan prototipe alat yang digunakan.
Pada tahun pertama, madu diproses menggunakan pasteurisasi dan pendinginan cepat atau metode pendingin vakum, ia menginformasikan. Pengembangan proses pengolahan madu berlanjut pada tahun kedua dengan tujuan meningkatkan produksi ke skala industri.
Untuk meningkatkan produksi, pasteurisasi digunakan dalam pemrosesan, tetapi produk akhir mengandung busa, menunjukkan bahwa madu tidak berkualitas baik. “Madu menjadi berbusa saat dipanaskan, sehingga jaminan kualitas dan waktu pengerjaan belum tentu terjamin,” jelasnya.
Namun, Lastriyanto mengatakan, melalui pendinginan cepat setelah pasteurisasi, masalah produksi busa selama pemanasan teratasi. Selain itu, kadar air dalam madu olahan pun berkurang.
Dengan demikian, dalam dua tahun penelitian sejumlah proses diperkenalkan, dimulai dengan pasteurisasi, pendinginan cepat, penghapusan busa, dan pengurangan kadar air. Keempat proses tersebut diintegrasikan ke dalam teknologi pengolahan madu, atau proses “4 in 1”.
“4 in 1 adalah proses pemanasan, pendinginan cepat, menghilangkan busa, dan mengurangi air,” katanya. Dia menjelaskan bahwa pada tahun ketiga pengembangan teknologi, fokusnya adalah memproduksi madu bubuk, yang proses yang paling penting adalah formulasi.
“Dalam proses (pembuatan) madu bubuk, yang terpenting adalah formulasinya. Kami menargetkan formulasi ini untuk madu akasia. Karena peternak madu hutan akasia menghadapi kesulitan untuk memasarkan produk mereka karena harga telah turun,” katanya.
Proses perumusan dilakukan melalui proses penelitian dan evaluasi hasil secara bertahap. Formulasi yang saat ini sedang dipatenkan ini kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan madu yang diformulasikan.
Setelah dipanaskan, campuran mengembang dan kemudian mengering menjadi benjolan. Potongan didinginkan, dan kemudian digiling menjadi bubuk madu. “Saat terkena panas, campurannya mengembang. Madu dilindungi oleh bahan-bahan (formulasi) dan menjadi enkapsulasi,” katanya.
Pada akhirnya, dalam perjalanan penelitiannya selama 3,5 tahun, Lastriyanto berhasil menghasilkan madu olahan terintegrasi, madu bubuk, serta mesin untuk mengolah madu.
Dalam jangka panjang, madu bubuk diharapkan dapat menjadi bahan baku bagi sektor industri, baik untuk pasar domestik maupun internasional. Produk akhir juga dapat digunakan untuk memasok kebutuhan di negara-negara di Afrika dan Asia Tenggara.
Universitas Brawijaya: https://prasetya.ub.ac.id
Ditulis: Vicki Febrianto/Yashinta Difa, Editor: A Malik Ibrahim, COPYRIGHT © ANTARA 2024
Hak Cipta 2024 ACN Newswire. Seluruh hak cipta. www.acnnewswire.com