“Ini adalah saat yang kritis karena personel keamanan telah ditempatkan di Papua. Dalam banyak kasus, ini diikuti oleh pelanggaran hak asasi manusia di mana mereka dapat mengintimidasi dan secara sewenang-wenang menangkap orang,” kata Manan.
Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemblokiran internet berarti orang Papua tidak akan dapat berbagi bukti pelanggaran oleh pasukan keamanan.
Presiden Joko Widodo mengatakan dalam sambutan yang disiarkan televisi pada hari Kamis (22 Agustus) pembatasan Internet adalah untuk “kebaikan kita bersama”.
Lebih dari 8.500 orang telah menandatangani petisi online yang menyerukan pemerintah untuk memulihkan akses internet.
Sebuah video yang diperoleh Reuters menunjukkan polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan ribuan orang Papua yang berunjuk rasa di gedung parlemen di kota Nabire pada hari Kamis setelah demonstran melemparkan batu ke arah mereka.
Tidak ada laporan protes di Papua pada hari Jumat.
Akses liputan untuk wartawan asing di wilayah bergolak telah terbatas, meskipun Jokowi mengumumkan pada tahun 2015 bahwa Papua terbuka untuk media asing.
Serentetan demonstrasi terbaru di Papua dan di seluruh Indonesia dipicu oleh cercaan rasis terhadap mahasiswa Papua yang terkena gas air mata di asrama mereka dan ditahan di kota Surabaya di Jawa Timur pekan lalu.
Demonstrasi tumbuh di beberapa tempat menjadi tuntutan yang lebih luas untuk referendum kemerdekaan.
Provinsi Papua dan Papua Barat, bagian barat pulau New Guinea yang kaya sumber daya, adalah koloni Belanda yang dimasukkan ke Indonesia setelah referendum yang didukung PBB yang banyak dikritik pada tahun 1969.
Ditanya tentang permintaan untuk pemungutan suara kemerdekaan, Luhut Pandjaitan, seorang menteri senior, mengatakan: “Tidak ada hal seperti itu.”